Bicara soal konsumerisme, ini menjadi akar dari segala masalah keborosan yang ada. Ini mendorong seseorang untuk mengeluarkan pengeluaran dalam jumlah tidak terkontrol.
Fenomena ini tidak hanya berkaitan dengan belanja barang mewah, tapi juga pembelian dalam berbagai macam, seperti pembelian barang lewat aplikasi e-commerce secara berlebihan.
Lalu, bagaimana konsumerisme sebenarnya bekerja, dan apa saja dampaknya dalam kehidupan sehari-hari? Yuk, simak pembahasan secara lengkap mengenai konsumerisme di bawah ini!
Apa Itu Konsumerisme?
Dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI), konsumerisme digambarkan sebagai gaya hidup yang menjangkiti banyak orang. Bisa dibilang ini menjadi “penyakit” yang membuat orang lebih boros dalam pengeluaran.
Di sisi lain, perbedaannya dengan konsumsi normal, konsumerisme adalah perilaku membeli yang didorong oleh keinginan, bukan kebutuhan. Fokusnya bukan lagi pada manfaat, tetapi pada gengsi, tren, dan dorongan emosional.
Baca Juga: Kebutuhan Sekunder, Definisi, Contoh Dan Bedanya Dengan Kebutuhan Primer
Ciri-Ciri Konsumerisme
Berikut beberapa tanda seseorang mulai terbawa gaya hidup konsumerisme:
1. Berusaha menjadi trendsetter atau FOMO
Sifat konsumerisme dipengaruhi oleh banyak faktor, termasuk menjadi terlihat “gaul” atau trendsetter. Hal ini perlu diikuti oleh gaya berpakaian yang keren, sehingga mereka cenderung berbelanja secara berlebihan.
2. Merasa bangga pada penampilan dan kepemilikan barang
Bukan hanya soal trendsetter, rasa kebanggaan apabila memiliki sebuah barang, terutama yang sulit, membuat siapa saja berusaha membeli yang diinginkan.
Penyebab Gaya Hidup Konsumerisme
Beberapa hal yang membuat seseorang mudah terjebak dalam gaya hidup konsumtif antara lain:
1. Kemajuan teknologi
Perkembangan teknologi membuat proses belanja dan pemasaran jadi jauh lebih praktis. Sekarang, cukup lewat media sosial, sebuah produk bisa dikenal banyak orang.
Belum lagi kehadiran e-commerce yang membuat siapa pun bisa membeli barang apa pun hanya lewat smartphone. Semuanya serba cepat, instan, dan mudah, sehingga kecenderungan untuk belanja tanpa pikir panjang pun meningkat.
2. Globalisasi
Globalisasi membuka akses ke berbagai produk dari dalam maupun luar negeri. Barang-barang yang dulu sulit didapat, sekarang bisa diakses hanya dengan beberapa klik. Kemudahan ini mendorong seseorang untuk terus memenuhi keinginan pribadi, bukan hanya kebutuhan.
3. Tren gaya hidup
Tren kini sudah menjadi bagian dari kehidupan sehari-hari. Melalui media sosial, tren dapat menyebar dengan cepat ke semua kalangan. Ketika sesuatu sedang viral, banyak orang mengikutinya tanpa pikir panjang, dan akhirnya memengaruhi kebiasaan belanja mereka.
4. Budaya pop
Selain media sosial, budaya pop juga punya pengaruh besar dalam membentuk kebiasaan konsumtif. Banyak brand bekerja sama dengan artis atau influencer untuk mempromosikan produk mereka. Karena daya tarik figur publik cukup kuat, masyarakat pun lebih mudah tergoda untuk membeli.
Contoh Perilaku Konsumerisme
Berikut beberapa perilaku konsumerisme di kehidupan sehari-hari:
1. Membeli barang karena tren, bukan kebutuhan
Ini terjadi ketika seseorang membeli sesuatu hanya karena sedang ramai dibicarakan, viral, atau banyak digunakan teman-temannya. Barang itu sebenarnya tidak terlalu dibutuhkan, tetapi dibeli demi dianggap “up to date”.
2. Cicilan berlapis untuk gaya hidup konsumtif
Gaya hidup konsumtif sering membuat seseorang mengambil banyak cicilan sekaligus, misalnya cicilan gadget, fashion, hingga lifestyle lainnya. Akhirnya, sebagian besar penghasilan habis hanya untuk membayar cicilan bulanan.
3. Pengeluaran impulsif saat ada promo atau diskon
Banyak orang sulit menahan diri ketika melihat promo besar atau diskon. Tanpa memikirkan kebutuhan, mereka langsung membeli barang karena merasa “sayang kalau nggak beli”, padahal barang itu hanya keinginan sesaat.
Baca juga: Perbedaan Kebutuhan Primer, Sekunder, dan Tersier
Dampak Konsumerisme terhadap Keuangan dan Kehidupan
Berikut adalah dampak dari konsumerisme terhadap keuangan dan kehidupan:
1. Terjebak utang konsumtif dan pinjol
Perilaku konsumtif membuat seseorang mudah mengambil pinjaman untuk memenuhi keinginan, bukan kebutuhan sehingga bisa memicu jeratan utang konsumtif hingga terjebak pada pinjaman online dengan bunga tinggi.
2. Tabungan menipis dan tidak punya dana darurat
Karena sebagian besar uang habis untuk belanja, seseorang jadi kesulitan menyisihkan dana untuk tabungan atau dana darurat. Akibatnya, ketika ada situasi mendesak, mereka tidak punya cadangan finansial.
3. Stres dan tekanan psikologis akibat gaya hidup tidak realistis
Gaya hidup yang selalu mengejar tren membuat seseorang mudah merasa tertekan. Ketika penghasilan tidak cukup untuk mengikuti gaya hidup tersebut, muncul stres, rasa tidak puas, dan beban mental karena harus terlihat “mampu”.
Demikian penjelasan secara lengkap mengenai konsumerisme. Di tengah arus tren yang bergerak begitu cepat, konsumerisme sebenarnya tidak muncul tiba-tiba. Ia terbentuk dari dorongan sosial, keinginan untuk diakui, serta kemudahan teknologi yang membuat belanja hanya sejauh sentuhan layar.
Namun, jika dibiarkan, pola konsumsi berlebih ini bisa membawa Anda pada masalah finansial yang jauh lebih serius mulai dari menipisnya tabungan hingga terjebak utang konsumtif yang makin menekan.
Selain itu, jika Anda sudah terlanjur berada di fase di mana cicilan terasa makin berat atau mulai kewalahan dengan utang konsumtif, jangan diam sendiri. Anda bisa berkonsultasi dengan FLIN, layanan yang membantu banyak orang keluar dari jeratan utang dengan cara yang legal, manusiawi, dan terstruktur.
Dengan pendampingan yang tepat, Anda punya kesempatan untuk memperbaiki kondisi finansial secara bertahap tanpa harus menambah beban baru.
Yuk, konsultasi sekarang dengan cara klik tombol di bawah ini!























