Mungkin Anda pernah mendengar gestun paylater.
Banyak orang melihatnya sebagai jalan pintas untuk mendapatkan dana tunai dengan cepat.
Meski sekilas terlihat menguntungkan, tapi praktik ini ternyata menyimpan banyak risiko. Apa sajakah itu? Cari tahu jawabannya bersama-sama di bawah ini!
Apa Itu Gestun Paylater?
Awalnya layanan paylater dan kartu kredit hanya ditujukan untuk transaksi belanja barang dan jasa, di mana Anda dapat check out sekarang dan membayarnya nanti.
Namun dewasa ini, beberapa menjadikannya cara instan untuk memperoleh dana tunai.
Kemudahan mencairkan limit ini membuat sejumlah oknum tergiur, terutama mereka yang membutuhkan uang cepat tanpa prosedur panjang seperti pinjaman bank atau lembaga resmi.
Namun, di balik kemudahannya, gestun paylater menyimpan berbagai persoalan.
Gestun paylater merupakan tindakan ilegal yang dilarang oleh Bank Indonesia (BI), sebagaimana diatur dalam Peraturan BI No. 11/11/PBI/2009 yang telah diubah menjadi PBI No. 14/2/2012 tentang Penyelenggaraan Kegiatan Alat Pembayaran Menggunakan Kartu (APMK).
Oleh karena itu, sebelum memanfaatkan layanan ini, penting untuk memahami bagaimana praktik gestun sebenarnya berjalan, perbedaan dengan penggunaan paylater normal, dan risiko yang mengintai.
Pengertian gestun dalam layanan paylater
Gestun adalah singkatan dari gesek tunai, yaitu aktivitas mencairkan limit kredit menjadi uang tunai.
Dalam layanan paylater, gestun dilakukan dengan cara menggunakan limit belanja paylater seolah-olah untuk membeli barang, padahal transaksi tersebut hanya sebagai perantara untuk mencairkan uang.
Umumnya, proses ini melibatkan pihak ketiga seperti merchant tertentu yang bersedia membantu pencairan.
Sebagai contoh, Anda memiliki limit paylater sebesar Rp15 juta dan ingin memperoleh uang tunai Rp10 juta. Maka, jasa penyedia gestun akan membantu Anda untuk menyediakan dana tersebut.
Secara sederhana, ini adalah cara “mengubah” saldo belanja paylater menjadi uang tunai.
Namun, apakah gestun paylater aman? Tentunya tidak. Praktik ini berbahaya dan menyimpan sejumlah risiko yang mengintai.
Pasalnya, ini merupakan penyalahgunaan dan termasuk tindakan ilegal yang bertentangan dengan aturan penyedia layanan maupun regulasi resmi.
Baca juga: Paylater adalah: Manfaat, Risiko, dan Tips Menggunakannya
Perbedaan gestun paylater dengan penggunaan normal paylater
Perbedaan utama antara gestun paylater dan penggunaan normal paylater terletak pada fungsinya.
Dalam penggunaan normal, paylater digunakan untuk membeli barang atau jasa di platform resmi, lalu pembayarannya dilakukan sesuai tenor yang ditentukan.
Hal ini sejalan dengan tujuan layanan paylater, yaitu memberikan fleksibilitas pembayaran kepada konsumen.
Sebaliknya, gestun paylater tidak dipakai untuk membeli produk atau jasa, melainkan hanya sebagai alat pencairan uang tunai. Praktik ini memutarbalikkan fungsi paylater dan sering disalahgunakan.
Selain menyalahi aturan, gestun juga membuat pengguna menanggung biaya tambahan yang lebih besar dibandingkan penggunaan normal.
Biaya gestun paylater jadi lebih besar karena selain tetap membayar bunga resmi dari layanan paylater (umumnya 2–5% per bulan), pengguna juga dikenakan potongan tambahan oleh pihak yang mencairkan dana, biasanya sekitar 5–10% dari total limit yang ditarik.
Artinya, dana yang diterima lebih kecil dari limit yang digunakan, tapi cicilan yang harus dibayar tetap penuh ditambah bunga, sehingga total beban bisa mencapai 10–15% lebih mahal dibanding penggunaan normal paylater.
Aturan dan Larangan Gestun Paylater
Walau banyak dilakukan dan tampak seperti praktik “umum,” gestun paylater tidaklah dapat dibenarkan. Bank Indonesia telah membuat peraturan yang tegas dan melarang praktik ini.
Tujuannya adalah menjaga stabilitas sistem keuangan digital dan melindungi konsumen. Penting bagi pengguna maupun merchant untuk memahami batasan regulasi yang berlaku agar tidak terjerat masalah di kemudian hari.
Regulasi Bank Indonesia terkait paylater
Bank Indonesia (BI) menegaskan bahwa layanan kredit termasuk paylater hanya boleh digunakan untuk transaksi barang dan jasa yang sah.
Gestun dianggap sebagai penyalahgunaan karena tidak sesuai dengan tujuan utama layanan tersebut. Hal ini tercantum dalam Peraturan BI No. 11/11/PBI/2009 yang telah diubah menjadi PBI No. 14/2/2012 tentang Penyelenggaraan Kegiatan Alat Pembayaran Menggunakan Kartu (APMK)
BI juga mengingatkan bahwa praktik gestun berpotensi merugikan banyak pihak, baik pengguna, penyedia layanan, maupun merchant.
Selain itu, BI secara tegas melarang merchant atau pihak lain untuk menawarkan jasa gestun. Jika masyarakat masih menjumpai praktik ini, maka transaksi tersebut tidak memiliki perlindungan hukum.
Artinya, apabila terjadi kerugian, risiko sepenuhnya ditanggung oleh pengguna dan merchant yang terlibat.
Konsekuensi bagi penjual atau merchant yang melakukan gestun
Bagi merchant, terlibat dalam praktik gestun bukanlah hal sepele.
Jika terdeteksi melakukan praktik gestun, penyedia layanan paylater dapat memberikan sanksi berupa pemblokiran akun secara permanen, kehilangan dana yang masih tertahan, penghentian kerja sama, hingga memasukkan merchant ke daftar hitam.
Hal ini membuat reputasi merchant ikut tercoreng dan sulit kembali mendapatkan kepercayaan dari penyedia layanan keuangan digital.
Selain sanksi administratif, merchant juga berisiko menghadapi konsekuensi hukum.
Gestun bisa dianggap sebagai tindakan pencucian uang (money laundry). Hal ini bisa diproses ke arah pidana jika terbukti merugikan lembaga keuangan.
Bahaya dan Risiko Gestun Paylater
Di balik “kemudahan” yang ditawarkan, gestun paylater menyimpan sejumlah risiko.
Tidak hanya kerugian finansial, tapi juga ancaman keamanan data serta dampak jangka panjang terhadap skor kredit pengguna.
Risiko bunga tinggi dan biaya tambahan
Dalam praktik gestun, biasanya ada biaya tambahan yang ditetapkan oleh pihak perantara. Biaya ini di luar bunga paylater yang sudah berlaku sesuai tenor.
Akibatnya, total kewajiban yang harus dibayar pengguna bisa jauh lebih besar dibandingkan pinjaman resmi lainnya.
Jika pengguna gagal membayar, bunga yang menumpuk bisa menjerat keuangan pribadi.
Kondisi ini justru berbanding terbalik dengan tujuan gestun yang dianggap sebagai solusi cepat. Alih-alih membantu, gestun malah bisa membuat beban utang semakin berat dan sulit dilunasi. Agar terhindar dari masalah ini, andalkan FLIN untuk mengatasinya.
FLIN adalah platform solusi manajemen utang dengan solusi konsolidasi, restrukturisasi dan pelunasan utang lewat Program Dana Talangan. Konsultasikan masalah utang Anda dengan tim FLIN dan bebaskan diri Anda dari utang segera! Klik tombol di bawah untuk menjadwalkan konsultasi!
Contohnya, jika kamu gestun limit Rp1.000.000, dana yang benar-benar cair mungkin hanya Rp930.000 karena dipotong biaya gestun 7%.
Namun, kamu tetap harus membayar cicilan penuh Rp1.000.000 ditambah bunga paylater sekitar 2,6%–5% per bulan (sekitar Rp78.000–Rp150.000 untuk tenor 3 bulan).
Artinya, total kewajiban yang harus dibayar bisa mencapai Rp1.078.000–Rp1.150.000, padahal uang yang diterima hanya Rp930 ribu.
Dengan kata lain, beban biaya riil bisa mencapai 15–20% lebih tinggi dibanding nilai dana yang kamu terima.
Potensi penyalahgunaan data pribadi
Gestun paylater biasanya melibatkan pihak ketiga yang tidak resmi, sehingga keamanan data pribadi pengguna sangat rentan.
Informasi seperti nomor akun, identitas diri, hingga detail transaksi bisa disalahgunakan. Dalam kasus terburuk, data tersebut berisiko bocor dan digunakan untuk penipuan.
Kebocoran data pribadi tidak hanya merugikan secara finansial, tetapi juga bisa berdampak pada keamanan digital pengguna.
Sekali data bocor, sulit untuk mengendalikan bagaimana informasi tersebut digunakan. Karena itu, gestun melalui pihak yang tidak resmi sebaiknya dihindari.
Dampak pada skor kredit dan kemampuan pinjaman di masa depan
Jika terdeteksi atau bahkan ketagihan melakukan gestun paylater dan gagal membayarnya, skor kredit seseorang bisa terdampak secara langsung.
Untuk mengetahui skor kredit, pengguna bisa melakukan pengecekan melalui layanan SLIK OJK (Sistem Layanan Informasi Keuangan) atau melalui platform penyedia kredit resmi yang bekerja sama dengan lembaga keuangan.
Di Indonesia, skor kredit biasanya dikelompokkan menjadi beberapa kategori:
- Sangat baik (700 ke atas)
- Baik (650–699)
- Cukup (600–649)
- Buruk (500–599)
- Sangat buruk (di bawah 500).
Dalam dunia finansial, skor kredit rendah dapat menyulitkan seseorang untuk mengajukan pinjaman di masa depan, seperti KPR (Kredit Pemilikan Rumah), kredit kendaraan, atau pinjaman bank untuk keperluan lainnya.
Baca juga: Mengenal SLIK OJK, Sistem Cek Riwayat Kredit Pengganti BI Checking
Modus Gestun Paylater yang Sering Terjadi
Ada berbagai modus gestun paylater yang umum terjadi di masyarakat. Berikut adalah di antaranya:
Gestun melalui marketplace atau e-commerce
Modus pertama, pengguna melakukan transaksi fiktif seolah-olah membeli barang dengan metode bayar menggunakan paylater.
Setelah pembayaran berhasil, dana kemudian dikembalikan dalam bentuk tunai oleh penjual. Namun jika sampai terdeteksi, akun bisa diblokir dan reputasi pengguna ikut tercoreng.
Gestun via seller tidak resmi
Selain marketplace, gestun juga kerap dilakukan melalui seller tidak resmi. Biasanya, penawaran ini tersebar lewat media sosial, forum online, atau grup pesan instan.
Dalam modus ini, seller akan menawarkan jasa pencairan paylater dengan biaya tertentu yang sering kali lebih tinggi.
Modus ini jauh lebih berisiko karena tidak ada perlindungan resmi dari penyedia layanan. Jika terjadi penipuan atau data pengguna disalahgunakan, tidak ada pihak yang bisa dimintai pertanggungjawaban.
Itulah pembahasan mengenai gestun paylater yang dewasa ini tengah marak dilakukan. Meski dipandang sebagai solusi instan untuk memperoleh uang tunai, tetapi kenyataannya justru menyimpan banyak risiko. Ini juga jelas dilarang oleh regulator dan penyedia layanan. Jadi, hindari melakukan praktik ini, ya!