Belanja bisa menjadi aktivitas yang menyenangkan, bahkan bisa menjadi salah satu bentuk self-reward. Namun, berbelanja secara berlebihan dan tidak dibarengi dengan perencanaan, apalagi sebagai respons sebuah tekanan emosional, bisa jadi merupakan tanda bahwa Anda sedang melakukan doom spending.
Apa itu Doom Spending?
Doom spending merupakan kebiasaan mengeluarkan uang secara impulsif sebagai pelarian dari tekanan emosional, seperti stres, kecemasan, dan perasaan negatif lainnya.
Perilaku ini biasanya muncul dalam bentuk pembelian suatu barang yang terasa menyenangkan untuk sesaat, namun seringkali tidak direncanakan dan tidak benar-benar dibutuhkan. Dalam jangka panjang, doom spending dapat berdampak buruk pada kondisi keuangan.
Fenomena doom spending lebih sering terjadi pada generasi muda karena paparan sosial media yang tinggi, tren gaya hidup, maupun self-reward yang berlebihan. Meski begitu, doom spending bukanlah masalah yang hanya dialami generasi muda karena siapa pun bisa mengalami doom spending saat menghadapi kondisi psikologis tertentu.
Mengapa Doom Spending Terjadi?
Doom spending bisa dipicu oleh berbagai hal, mulai dari pelampiasan emosi negatif hingga dorongan untuk mencari kebahagiaan sesaat. Faktor lain seperti pengaruh media sosial, tren gaya hidup konsumtif, serta kemudahan akses belanja digital juga turut memperkuat perilaku ini.
Baca juga: 7 Cara Menghindari Hidup Konsumtif Agar Tidak Boros!
Berikut adalah penjelasan lebih lengkap mengenai penyebab doom spending yang sering terjadi.
1. Pelampiasan Tekanan Emosional
Belanja impulsif sering kali menjadi respons terhadap stres, kecemasan, atau kelelahan mental. Bagi sebagian orang, aktivitas ini memang terasa menenangkan untuk sementara waktu, namun pada kenyataannya, tidak benar-benar menyelesaikan akar masalah yang dihadapi.
2. Keinginan akan Kepuasan Instan
Keinginan untuk segera merasa lebih baik sering kali membuat seseorang mudah tergoda membeli sesuatu yang terasa menyenangkan. Padahal, barang yang dibeli mungkin tidak benar-benar dibutuhkan dan justru bisa mengganggu anggaran untuk kebutuhan lain yang lebih penting.
3. Pengaruh Sosial Media
Media sosial dipenuhi oleh konten yang menampilkan tren gaya hidup, pencapaian tertentu, hingga kemewahan. Paparan semacam ini sering memicu dorongan untuk ikut tren dengan membeli barang-barang tertentu, meskipun sebenarnya tidak dibutuhkan.
4. Akses Belanja yang Mudah
Berbeda dengan dulu yang mengharuskan keluar rumah untuk berbelanja, kini teknologi memungkinkan belanja dilakukan hanya dari dalam rumah. Kemudahan ini, ditambah dengan berbagai promo dan layanan buy now pay later, membuat keputusan belanja sering diambil tanpa banyak pertimbangan.
5. Kurangnya Perencanaan Keuangan
Seseorang yang tidak memiliki perencanaan keuangan atau kebiasaan memantau pengeluaran cenderung lebih rentan mengalami doom spending, karena tidak menyadari batas kemampuan finansial dan tidak memiliki prioritas keuangan yang jelas.
Ciri-Ciri Doom Spending
Doom spending memiliki beberapa ciri yang dapat dikenali, mulai dari kebiasaan belanja impulsif, penggunaan kartu kredit untuk keperluan konsumtif, hingga mudah terpengaruh oleh media sosial.
Mengenali ciri-ciri berikut ini penting agar Anda bisa lebih waspada dan mencegah kebiasaan doom spending yang berisiko merugikan kondisi finansial.
- Sering berbelanja tiba-tiba tanpa perencanaan,
- Membeli barang hanya karena sedang stres atau merasa cemas,
- Menggunakan kartu kredit, pay later, atau pinjaman untuk belanja konsumtif,
- Belanja barang yang sebenarnya tidak dibutuhkan,
- Merasa menyesal setelah melakukan pembelian,
- Sulit menahan keinginan untuk belanja,
- Dana tabungan atau kebutuhan penting sering terpakai untuk belanja impulsif,
- Terpengaruh media sosial dan takut ketinggalan tren.
Jika terus dibiarkan, doom spending akan memberi dampak negatif yang tak hanya mengganggu perencanaan keuangan, tetapi juga menimbulkan konsekuensi yang lebih besar lagi.
Dampak Doom Spending
Doom spending yang dibiarkan bisa menimbulkan berbagai dampak negatif, baik dari segi finansial maupun psikologis. Berikut ini beberapa dampak doom spending yang perlu Anda ketahui agar Anda lebih waspada dan segera mengambil langkah untuk mengendalikannya.
1. Dampak Finansial
Dampak yang langsung terasa dari doom spending tentunya pada aspek finansial. Kebiasaan doom spending yang dibiarkan akan mengacaukan finansial seperti contoh-contoh berikut ini:
- Utang menumpuk: kebiasaan belanja impulsif, apalagi dengan mengandalkan kartu kredit atau fitur pay later, lama-lama akan menumpuk dan menjadi utang besar.
- Tujuan finansial terganggu: uang yang seharusnya bisa digunakan untuk menabung atau berinvestasi, malah habis digunakan untuk belanja yang tak penting.
- Cash flow negatif: saat pengeluaran lebih besar daripada pendapatan, arus kas menjadi tidak sehat. Dana darurat pun tidak dapat terkumpul.
- Hilang kendali keuangan: terlalu membiarkan berbelanja tanpa rencana akan menyulitkan untuk penentuan prioritas.
2. Dampak Psikologis/Emosional
Selain finansial, aspek psikologis juga bisa terganggu akibat kebiasaan doom spending. Bahkan, seringkali dampak ini tidak disadari. Berikut beberapa contohnya:
- Tekanan mental karena masalah keuangan: tidak memiliki dana darurat, utang menumpuk, dan masalah keuangan lainnya akan menimbulkan stres dan rasa tertekan.
- Rasa bersalah setelah belanja: penyesalan yang muncul setelah membeli barang yang tidak dibutuhkan dan mengganggu anggaran kebutuhan lainnya yang lebih penting.
- Siklus emosi negatif yang berulang: stres dapat memicu seseorang melakukan doom spending, lalu masalah keuangan yang timbul dari kebiasaan tersebut memicu stres baru dan menciptakan siklus yang terus berulang.
Cara Menghindari Utang Akibat Doom Spending
Setelah mengetahui berbagai dampak negatif doom spending, dan jika Anda merasa mulai mengalami beberapa cirinya, maka saatnya mengambil kendali. Jika dibiarkan, risiko dan dampak negatif secara finansial seperti utang yang menumpuk akan semakin sulit dihindari.
Berikut ini beberapa cara menghindari utang akibat doom spending:
1. Mengenali Pemicu Doom Spending
Untuk menghindari doom spending, Anda perlu mengenali lebih dulu alasan Anda melakukannya. Apakah rasa stres, sekadar bosan, atau terpicu karena melihat konten orang lain di media sosial. Dengan mengenali pemicunya, Anda bisa lebih waspada sebelum bertindak.
2. Membuat Anggaran dan Disiplin Mematuhinya
Alokasi pengeluaran bulanan perlu ditentukan sejak awal secara jelas. Mulai dari kebutuhan pokok, hiburan, maupun tabungan. Setelah menentukan anggaran, berkomitmenlah untuk disiplin mengikutinya. Dengan demikian, akan meminimalisasi bahkan menghilangkan pengeluaran di luar rencana.
3. Hindari Ketergantungan pada Kartu Kredit/Pay Later
Gunakanlah kartu kredit dan pay later hanya untuk kebutuhan yang mendesak, bukan kebutuhan konsumtif apalagi untuk doom spending. Biasakan berbelanja dengan uang tunai maupun debit agar Anda lebih menyadari batas kemampuan.
4. Biasakan Mindful Buying
Sebelum membeli sesuatu, beri jeda waktu 1–2 hari. Tanyakan pada diri sendiri, apakah ini benar-benar kebutuhan, atau hanya keinginan sesaat? Dengan memberi ruang untuk berpikir, Anda bisa mengambil keputusan belanja secara sadar dan lebih bijak.
5. Menabung dan Memiliki Target Keuangan
Agar penghasilan tidak habis untuk hal-hal yang kurang penting, biasakan menyisihkan uang di awal bulan untuk ditabung. Miliki tujuan keuangan yang jelas, seperti dana darurat, liburan, atau investasi, agar Anda lebih termotivasi dan konsisten dalam menabung.
6. Cari Alternatif Cara Mengelola Stress yang Lebih Sehat
Mengelola stres dengan belanja impulsif hanya akan menimbulkan stres baru. Oleh sebab itu, cobalah cara lain seperti berolahraga, meditasi, menulis jurnal, mendengarkan musik, atau sekadar mengobrol dengan orang terdekat. Pilih aktivitas yang meredakan stres tanpa menguras dompet.
7. Kurangi Paparan Media Sosial
Menurut data dari GoodStats, Indonesia termasuk salah satu dari 10 negara dengan durasi bermedia sosial terlama. Artinya, masyarakat lebih sering terpapar tren, promosi, dan konten gaya hidup mewah. Hal ini membuat penggunaan media sosial perlu dibatasi untuk menghindari rasa FOMO yang dapat memicu doom spending.
Kepedulian FLIN Terhadap Literasi Keuangan
Doom spending tidak hanya dipicu oleh stres atau kecemasan, tapi juga karena rendahnya literasi keuangan, seperti tidak memahami batas kemampuan finansial, sulit membedakan kebutuhan dan keinginan, serta tidak memiliki tujuan keuangan yang jelas.
FLIN adalah perusahaan fintech yang tidak hanya fokus pada penyelesaian utang, tetapi juga peduli terhadap edukasi finansial klien. Dalam setiap sesi konsultasi, tim ahli FLIN memberikan panduan praktis seputar pengelolaan keuangan agar klien dapat mengambil keputusan yang lebih bijak.
Melalui Program Dana Talangan, klien juga akan secara reguler mendapatkan edukasi dalam rangka membentuk kebiasaan finansial yang sehat dan menghindari kesalahan yang sama di masa depan. FLIN percaya bahwa solusi finansial yang efektif harus dibarengi dengan peningkatan literasi keuangan sebagai bekal menuju financial freedom, yang dalam jangka panjang akan memberi dampak nyata bagi perekonomian Indonesia secara keseluruhan.
Jika saat ini Anda sedang terbebani oleh utang akibat doom spending, saatnya ambil langkah yang lebih terarah. FLIN siap membantu melalui strategi pelunasan utang yang ringan dan terstruktur, yang disertai dengan pendampingan edukatif guna membangun kebiasaan finansial yang lebih sehat.